12 Mar 2011

STRATEGICALLY HAZARD

tsunami jepang1 11 maret 2011. Dunia sepertinya sudah mencatat apa yang terjadi pada tanggal itu. Di Indonesia kejadian itu terjadi kira-kira pukul 3 sore entah untuk waktu Jepang pukul berapa tepatnya. Headline berita di beberapa situs koran digital yang saya ikuti meng-update status twitter akun mereka dengan berita bahwa Jepang diguncang gempa dengan kekuatan 8,9 skala ritcher dan Gempa dan Tsunami Jepangberpotensi tsunami. Bahkan, ketika membuka situs Wikipedia andalan  kedua selain Mbah Google untuk mencari informasi sudah ter-update kalau pada hari itu (baca : kemarin) masuk dalam list kejadian tsunami yang pernah terjadi di dunia.

Pada awalnya saya tidak kaget sama sekali karena kata orang, Jepang memang sudah terbiasa dengan gempa dan tsunami. Bahkan, mungkin sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Jepang. Dan saya pikir Jepang sudah akan siap dengan seberapa pun besarnya kekuatan gempa. Tapi saya salah. Jepang sama tidak siapnya dengan negara-negara di belahan dunia manapun kalau menyangkut gempa, tsunami, atau apapun judulnya bencana alam. Terbukti dengan segala macam early warning system dan teknologi bangunan tahan gempa yang telah digunakan disana, masih saja kita bisa lihat manusia yang tidak berdaya. Manusia dan alam bisa jadi ‘kakak adik’ yang akur, namun sangat sekali berpotensi bermusuhan. Satu dan lain bisa sangat solid namun sangat bisa pula saling merugikan. Dan kekuatan alam selalu kita sebut atau analogikan dengan kekuatan Tuhan karena kita tidak pernah bisa memastikan kapan, dimana, dan seberapa besar kekuatan itu, dengan segala hormat tidak bermaksud mengecilkan segala bentuk teknologi hasil pemikiran manusia yang telah ditemukan atau dikembangkan.

Dalam hal ini saya tidak berbicara mengenai bencana alam  yang terjadi karena ulah manusia karena saya yakin ini bukan disebabkan oleh human error. Tapi lebih ke tenaga endogen bumi kita yang memang sewaktu-waktu bisa terjadi. Kejadian kemarin (11/03/2011) jadi menggelitik saya yang teringat mata kuliah semester awal dulu yang atas ketidak pahaman asumsi salah saya mengenai relevansi dengan bidan keilmuan planologi yang menyebabkan saya tidak pernah serius mengikuti perkuliahannya dan seberapa pun saya mengulang mata kuliah itu saya tidak pernah menembus nilai B. Hehehe. Geologi Lingkungan. Dan sekedar info saja, saya menulis posting kali ini pun didampingi segelas kopi dan sedikit membolak balik buku wajib tentang geologi lingkungan yang sudah bulukan jaman kuliah dulu :) .
GEMPA BUMI BERKAITAN DENGAN GAYA ENDOGEN BUMI, MERUPAKAN SALAH SATU PERISTIWA ALAM YANG SUDAH DIKENAL ORANG SEJAK ZAMAN PURBAKALA, KARENA BANYAK MERUSAK BAHKAN MEMBINASAKAN PENDUDUK. MUNGKIN BENCANA ALAM INI JAUH LEBIH DAHSAYAT DIBANDINGKAN LETUSAN GUNUNG API, SEBAB GEMPA BUMI BERGERAK DI DALAM TANAH SEHINGGA SULIT MENGHINDARINYA. GEMPA BUMI BERTALIAN DENGAN SERANGKAIAN GERAKAN GELOMBANG.GETARAN YANG MERAMBAT DI DALAM BUMI, DARI SUATU PUSAT YANG LETAKNYA JUGA DI DALAM BUMI. (source : Geologi Lingkungan, 2003. Moch. Munir)
Gaya endogen bumi yang dimaksud antara lain berupa pergerakan lempeng tektonik yang ada didalam (endo) bumi. Itu yang bisa kita sebut dengan Gempa Tektonik. Lagi-lagi karena gaya endogen bumi yang lain, gempa juga bisa disebabkan oleh aktifitas vulkanisme atau yang biasa kita kenal dengan aktifitas gunung berapi (magma yang keluar lewat pipa gunung api bergeser dengan batuan penyusun tubuh gunung api dan mengakibatkan getaran), atau ini yang sering kita dengar beberapa waktu lalu ketika kejadian letusan Gunung Merapi dan selalu disebut-sebut para pakar dengan Gempa Vulkanis.

Sebenarnya kalau boleh sedikir ber-positive thinking soal gempa, kita seharusnya bisa sedikit berterima kasih dengan gempa. Secara tidak kita sadari gempa bumi, apapun penyebabnya (tektonik maupun vulkanis), bermaksud untuk mengubah susunan lapisan bumi menjadi lebih ‘muda’, atau bahasa keren dari buku yang saya kutip ini adalah perubahan susunan profil tanah. Lapisan yang semula berada diatas (top soil) akan berada di dalam bahkan ada di bagian paling bawah. Tidak bisa dibayangkan dibutuhkan seberapa besar kepintaran manusia atau kecanggihan teknologi alat untuk ‘memudakan’ bumi kembali. Ibarat kata orang Jawa, bumi kita itu sedang noto awak (menata badan). Atau, bahasa gaul anak ABG sekarang,”Gimane posisi pe-we nya dah …” . Jangan bilang pada ngga tau apa itu PE-WE yah … . Dan tsunami hanya dampak dari gempa bumi, letusan gunung berapi, dan longsoran yang terjadi pada dasar laut.
Lebih dari 85% tsunami yang terjadi di dunia dibangkitkan oleh gempa. (source : Geologi Lingkungan, 2003. Moch. Munir
Dari segala macam aspek yang bisa menjelaskan tsunami, bisa disimpulkan  gelombang tsunami termasuk dalam gelombang perairan dangkal (shallow water wave), dimana gelombang jenis ini memiliki panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan kedalamatan laut serta bergantung pada kecepatan dan kedalaman laut. Semakin dalam laut, kecepatan gelombang semakin besar pula atau berbanding lurus. Tapi sebaliknya, semakin dalam laut, tinggi gelombang yang dihasilkan semakin berkurang. Itu kenapa gelombang sebesar tsunami bisa berdampak begitu besar di daratan. Dari segi waktu tidak heran kalau tsunami terkesan datang tiba-tiba dan meskipun sudah ada early warning tsunamisystem yang biasanya terpasang di tengah laut juga tidak akan memberikan jeda waktu yang signifikan bagi kita yang berada di daratan. Bayangkan saja, dengan kedalaman laut titik gempa, misalnya, sebesar 4.000 meter kecepatan penjalaran gelombang tsunami dapat MELEBIHI 700 km/jam, meskipun kecepatan itu akan berkurang ketika mendekati pantai. Ibarat balap mobil F1 atau kecepatan pesawat Sukhoi, start engine nya oke banget. Dan itu pula kenapa ketika tsunami terjadi lebih baik kapal-kapal melaut ke tengah ketimbang berlabuh karena dengan kedalaman yang cukup besar tidak akan terasa dampak tinggi gelombang yang ditimbulkan ketimbang kapal-kapal berlabuh atau pada daratan. Gelombang tsunami ketika mencapai pantai jauh lebih terasa dampaknya disebabkan oleh penumpukan massa air akibat berkurangnya kecepatan penjalaran gelombang yang tertahan oleh daratan. Dan sekali lagi, itu pula kenapa sebaiknya kita segera menuju ke daratan yang lebih tinggi untuk menghindari massa air yang menumpuk pada pesisir pantai, terlebih lagi jika pantai yang dimaksud memiliki kemiringan lahan yang landai atau bahkan berupa cekungan.

Saking besarnya gempa bumi yang menimbulkan tsunami kemarin, diperkirakan juga gelombang tsunami mencapai bagian wilayah timur Indonesia dan beberapa negara lain yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Dan fokus pikiran saya beralih ke negara saya yang tercinta. Indonesia.
Note 
Masyarakat Indonesia dan warga negara manapun yang tinggal lama di Indonesia mungkin harus sudah saatnya belajar dari masyarakat Jepang yang sudah lebih dulu terdidik, terbiasa, dan ‘terpaksa’ bersahabat dengan segala macam bentuk bencana alam. Mungkin juga ilmu geologi khususnya terkait tanah, material dan mineral bumi Indonesia harus sudah mulai diperkenalkan pada jenjang pendidikan sedini mungkin. Kalau perlu pada jenjang pendidikan dasar. Semata-mata untuk ‘membiasakan’ anak cucu kita dengan bumi pijakan mereka. Kita pernah ‘punya’ letusan Gunung Krakatau, letusan Gunung Merapi, tsunami, dan baru saya baca masih dari buku sumber yang sama kalau di Indonesia pernah terjadi 11 kali tsunami dalam periode tahun 1965 hingga 1998. Belum termasuk tsunami Aceh, Nias, Mentawai. Belum termasuk juga bencana alam yang lain yang pernah terjadi di Indonesia, angin puting beliung, tanah longsor, atau yang lain. Dan rasanya semakin kesini bencana-bencana itu semakin dekat  yah rentang waktu kejadiannya? Atau hanya perasaan saya saja? Indonesia mendadak terasa menjadi ‘sarang’-nya titik-titik sumber bencana. Pacific_Ring_of_Fire
Jadi tergelitik lagi kalau ingat salah satu pelajaran tentang geografi Indonesia jaman SD dulu yang selalu menyebutkan berapa strategisnya wilayah Indonesia karena diapit 2 samudera dan 2 benua. Kestrategisan Indonesia itu selalu diartikan dari segi ekonomi dimana pergerakan barang dan jasa dari benua Asia dan benua Australia akan selalu melalui wilayah Indonesia sebagai wilayah antara. Tapi saya jadi ngikik juga kalau ingat kejadian bencana alam yang sudah terjadi di Indonesia. Strategically hazard. Bagaimana tidak strategis posisi Indonesia di ‘mata’ bumi, dari sisi vulkanologi Indonesia termasuk dalam rangkaian cincin api Pasifik atau biasa kita kenal dengan ring of fire. Indonesia juga merupakan bagian dari lempeng Eurasia itupun terletak pada bagian pertemuan antar lempeng tektonik kita dengan lempeng Indo-Australia di sisi selatan - barat dan lempeng Pasific di sisi timur. No wonder kalau kita ibaratnya maju kena mundur kena, ke kanan mentok apalagi ke kiri?? Belum lagi pergerakan lempeng yang ‘amburadul’ semua mengarah ke Indonesia dan sebagai negara yang terletak ‘strategis’ tepat pada ‘perbatasan’ lempeng bumi jelas terasa dampaknya. Dan semakin ‘strategis’ bencananya jika kita ingat permasalahan pemanasan global (global warming) yang semakin parah bakal menenggelamkan bumi Indonesia dan daratan belahan bumi yang lain. Ingat film The Day After Tomorrow? Saya meyakini hal itu bakal terjadi. Es kutub utara mencair, permukaan air laut meningkat yang berarti jumlah air di laut semakin banyak, maka daratan pun pasti hilang terendam air. Ahhhh … tidak bisa membayangkan seandainya saja semua potensi bencana alam itu terjadi pada saat yang bersamaan. Cukup gempa bumi dan tsunami saja yang terjadi bersamaan.
 375px-Tectonic_plates_boundaries_detailed-en
350px-Global_plate_motion_2008-04-17
Pada akhirnya manusia hanya bisa berdoa ke Penciptanya, berusaha dengan segala kelebihan yang Tuhan beri untuk mengantisipasi segala kemungkinan meski ada kalanya pada titik tertentu kita tetap adalah makhluk yang serba terbatas, dan berpasrah ketika memang kemampuan manusia telah mencapai itu. Tuhan tidak menciptakan bumi dan jagad raya untuk dihancurkan oleh umatNya.
Hanya satu yang bisa saya ingatkan untuk manusia-manusia lain (dan diri saya sendiri), jangan lakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan dan lakukan apa yang memang seharusnya dilakukan.

Let’s keep mother earth on its peace ~~~~



All source taken from :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dear Rika & friends ...