17 Sep 2011

HARGA SEBUAH … KETERLAMBATAN

Mungkin tulisan saya kali ini adalah tulisan kesekian milyar kali nya topik ini diangkat. Dan apa yang pernah dialami oleh setiap pengguna moda transportasi pesawat udara. Kalau boleh saya curhat, entah ada apa dengan maskapai penerbangan di Indonesia. Atau barangkali memang begitu setiap maskapai penerbangan di dunia?

Kejadian berawal beberapa hari yang lalu ketika saya harus menempuh rute penerbangan Banjarmasin – Surabaya menggunakan salah satu maskapai penerbangan yang biasa saya gunakan dan saya percayai. Jadwal penerbangan yang semula dijadwalkan pukul 20.20 WITA. Pukul 18.00 WITA tepat saya melakukan perjalanan menuju bandara sengaja melakukan hal tersebut mengingat perjalanan yang memang cukup jauh dan pengalaman terlambat check in oleh maskapai penerbangan yang lain. Dan mengingat harga tiket pesawat  yang memang agak sedikit mahal dibandingkan harga normalnya karena memang saya harus melakukan perjalanan secara mendadak, tentunya kejadian terlambat lapor tidak akan saya ulangi. Cuma keledai yang melakukan kesalahan kedua kali. Saya bukan keledai.

Semua lancar saja selama perjalanan antara kantor menuju bandara hingga sebuah SMS masuk ke Blackberry saya. Dari maskapai penerbangan tersebut. Penerbangan tertunda selama kurang lebih 45 menit yang semula 20.20 WITA menjadi 21.15 WITA. Tidak menjadi masalah karena saya memang tidak tergesa untuk sampai di Surabaya. Mulai meningkat kadar ketidak sabaran saya ketika sampai di loket check in maskapai yang bersangkutan, menanyakan kembali jam keberangkatan, lalu dijawab demikian,”Maaf, Ibu, ada keterlambatan kembali pesawatnya. Jadi pukl 22.00 WITA berangkatnya,”. Hmmm … apa mau dikata saya cuma menghela nafas dan lalu mencari spot tunggu yang memang nyaman. Speed jalan yang semula 60 km/jam (ibarat kata) saya perlambat menjadi 35 km/jam sambil sesekali mampir ke deretan toko yang ada didalam bandara Samsudin Noor meski tidak untuk membeli sesuatu selain sebotol air minum.

Kesabaran semakin meningkat ketika rute penerbangan lain sudah semakin berkurang, hari semakin malam, rasa lelah mulai datang. Duduk di ruang tunggu bandara ternyata menjadi salah satu aktifitas yang membosankan. Saya baru tahu. Pukul 21.00 WITA deretan pertokoan di dalam bandara Samsudin Noor mulai tutup. Stok air minum dan camilan harus cukup untuk sejam kemudian. Snack andalan sehari-hari sudah dibeli tepat sebelum salah satu toko penjual cinderamata tutup dan tepat ketika pengumuman kepada kami, para penumpang maskapai penerbangan terkait untuk mengambil konsumsi makan malam sebagai kompensasi akibat keterlambatan yang entah kenapa bisa terjadi. Berbondong-bondong kesabaran seluruh penumpang malam itu sedikit terobati walaupun memang waktu yang terbuang tidak bisa digantikan apalagi oleh sekotak nasi goreng. Yup … malam itu makan malam kami ‘hanya’ sekotak nasi goreng, yang saya yakin hanya nasi goreng gerobak atau warung terdekat hanya saja dengan packaging kotak sederhana tanpa cap nama sekelas kotak makanan standar restaurant atau tempat makan yang setara dengan kami yang ‘mampu’ membeli tiket penerbangan dengan harga yang lebih. Bukankah pesawat merupakan barang ‘mahal’ dan sudah menjadi wajar kalau para penumpang mendapat kompensasi, fasilitas, atau apapun namanya yang setara dengan apa yang kami sudah keluarkan?

Antrian mengambil kompensasi makan malam terjadi cukup tertib, meski saya yang mulai kelelahan tidak setuju dengan apa yang mereka lakukan. Sudah seharusnya mereka yang mengantarkan satu per satu makanan tersebut kepada kami, dan bukan kami yang harus mengantri. Cukup layak kok makanan yang diberikan seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Celetukan para penumpang yang menanyakan kapan pesawat datang mulai dijawab oleh para petugas yang sebelumnya tidak terlihat di sekitar ruang tunggu penumpang. Oya … kesalahan kedua oleh maskapai penerbangan tersebut dengan tidak terlihat disekitar ruang tunggu penumpang dan menyebabkan para penumpang malas menanyakan kejelasan nasib setiap penumpang karena harus naik turun tangga mencari para petugas. Kesalahan ketiga (menurut saya) kembali terjadi ketika salah seorang petugas membagi kotak makan malam kami kepada salah seorang ibu separuh baya yang menggendong bayi. Petugas lalu mengatakan,”Maaf, Ibu, Adeknya ngga dapat makan ya bu, hanya penumpang dewasa atau ibunya yang dapat,”. Dan dijawab dengan sederhana oleh sang nenek atau ibu tersebut demikian,”Iya ngga apa-apa, wong bayinya ndak bayar pesawat. Ibunya juga ndak laper kok mas,”.

Saya hanya tersenyum mendengar ibu tersebut yang berdiri di depan saya lalu tersenyum kepada saya ketika keluar dari antrian. Sebuah kebijakan yang saya tidak paham darimana atau siapa yang menetapkan. Internasional ‘kah? Atau sekali lagi hanya ada di Indonesia? Mendadak rasa lapar saya atau hasrat untuk mengisi perut saya semakin berkurang mendengar pernyataan petugas tersebut.

Begitu banyak pertanyaan “kenapa begitu?” “kenapa begini?” atau “Haruskan seperti itu?” langsung bermunculan di otak. Saya yang terhitung sebagai manusia dewasa saja bisa kelaparan apalagi bayi?? Teringat celetukan jawaban sang nenek mengenai bayi yang tidak membayar tiket pesawat, well … jangan-jangan memang begitu alasan kenapa sang bayi tidak kebagian jatah makan malam. Tidakkah sebuah maskapai penerbangan pun yang terpikir untuk menyediakan kompensasi makanan atau apapun bentuknya ketika delay harus terjadi dengan layak? Kalau memang penumpang membawa bayi, kenapa mereka tidak menyediakan makanan bayi atau paling tidak menanyakan apa yang bisa mereka siapkan untuk sang bayi, karena setahu saya penumpang dengan infant atau bayi tidak sepenuhnya gratis alias tidak membayar. Tetap ada fee, cost, atau apapun istilahnya sejumlah dana yang dikenakan. Tentu bukan masalah membayar atau tidak. Masalah manusiawi atau kewajiban sebagai pihak yang melakukan kelalaian. Lalu, adakah maskapai penerbangan ketika men-delay penerbangan terpikir untuk memberikan pelayanan yang layak lainnya, seperti tempat duduk yang layak, atau hanya sekedar menyapa para penumpang untuk memastikan kami baik-baik saja? Bagi yang belum pernah melakukan penerbangan ke Surabaya (baca: bandara Juanda), FYI, coba saja lakukan perjalanan ketika hari dan jam peak tinggi. Jangan harap kita bisa mendapatkan kursi untuk menunggu yang nyaman. Itu juga syukur kalau bisa duduk. Hal serupa bisa terlihat juga di bandara Cengkareng - Jakarta. Silakan tuntut saya jika kedua pihak bandara tersebut tidak setuju. Bukan saya saja yang mengalami kejadian tersebut. Sapaan dari sang petugas akan menjadi sedikit obat ikhlas kami para penumpang yang rasanya tentu tidak akan ditolak oleh penumpang manapun.

Tapi seorang bayi tidak mendapat jatah makanan sebagai kompensasi keterlambatan jadwal penerbangan? Tidak manusiawi. Hanya semangkuk bubur bayi, buah, makanan bayi, atau segelas susu untuk sang bayi, bahkan tidak seharga 1 % dari makanan orang dewasa.

Bagaimana dengan kalian? Apa yang sudah kalian alami terkait dengan penerbangan Indonesia?

15 Sep 2011

Traveling ala si Newbie: Nekad, yakin dan (sok) berani

Traveling ala si Newbie
Pernah gak memiliki keinginan traveling ke luar negeri tanpa ikut tour dan berbackpack ria?
Pernah nekad ngelakuinnya sendiri ?
Aku pernah. Dan cerita ini adalah kisah kenekatan aku di bulan Mei kemarin.
Berawal dari keputusan gak ikut trip gratis dari kantor ke Phuket di tahun 2010 (dadakan sih ngasih taunya).
Trus karena nyesel, jadi sok-sok mo rencanakan trip sendiri ma temen kantor yang senasib.
Pilihan destinasi jatuh ke Malaysia dan Singapore.
Kenapa nekad tapi kok dekat aja?
Karena masih newbie dan tabungan yang masih cekak.
Khusus untuk aku, aku malah bertekad mo backpack an aja.
Pede aja gitu, ma semi sok-sok bisa. Hehehehe.
Bagai mendapat durian runtuh, tak lama setelah keinginan tersebut di woro-woro kan kepada teman seperinginan (sama-sama ingin gitu) lha kok Air Asia kasih info ada promo tiket super murah untuk tahun depannya (2011).
SUB - KUL cuma 105ribu (total nett) dan KUL - SIN 150rb (total nett).
Tiket pulang KUL - SUB dapat harga 300ribuan (baru beli 2 bulan sebelum berangkat).
Demi melihat harga tersebut, langsung deh peserta membludak sampe terjadi 3 kloter (karena tau kalo gak bakal bisa cuti bersama-sama).
Karena aku sudah mupeng dan pengen segera berlibur, aku putuskan jadi kloter pertama di bulan Mei akhir. Pertimbanganku adalah Juni Juli itu sudah peak time musim liburan, pasti rame, dan mahal semua akomodasinya.
Trus aku hitung ada 4 orang lagi yang mau gabung di kloter pertama.
Oke sip, mangstap sudah.
Meski yang 4 ini sudah bilang bakal ngikut aja ma plan ku, aku ya gak masalah.
Yang penting awal ke luar negeri ada temen lah. :p
Ketika hari H semakin mendekat, rencana semakin mantap, rasa gak sabaran semakin memuncak, lha kok cobaan juga mulai menghampiri.
Satu per satu jalinan kawan beranjak menjauh (nyanyikan ala duet Uthe dan Katon).
4 orang teman se kloter mengundurkan diri dengan berbagai macam alasan.
Hatiku pun mencelosss.
Ngajak orang baru, harga tiket sudah mahal.
Berangkat sendiri, oh Tuhan, kalo ke-gap orang tua, ijin traveling akan ditarik kembali.
Maju, mundur.
Jadi ato enggak.
Bilang ortu ato enggak bilang ortu.
Stres.
Antara keinginan yang kuat, ma kekhawatiran tentang beberapa hal.
Secercah harapan tumbuh dengan teringatnya aku akan sahabat yang sedang kuliah di Johor Bahru.
Dia adalah Nadya Putri Fabarani (cek label: cerita nadya).
Nad sudah berkali-kali menawariku untuk datang menjenguknya.
Memang sih dia tidak tinggal di Kuala Lumpur, 4 jam dari sana.
Lebih deket ke Singapore malahan.
Maka aku putuskan: the show must go on. :D
Akhirnya: Nekad.
Meyakinkan diri sendiri kalo persiapan dan informasi yang lengkap kemungkinan besar akan pede lah berangkat sendiri.
Trus trik untuk masalah perijinan adalah memberitahu orang tua kalo aku bakal bersolo backpacker di menit-menit terakhir.
Yah gak menit juga kali, maksudku ya 2 minggu sebelum berangkat.
Tiap ditanya persiapan kudu kasih tampang berani dan yakin.
Berguru pada suhu-suhu backpack kenamaan, bermodal buku panduan traveling murah, info negara tujuan pertama dari sahabat dan kawan nya yang sudah pulang, lengkap sudah.
Aku pergi berpetualang dengan diiringi doa dari keluarga dan tepukan di bahu "semangat Na" oleh kawan-kawan dari kloter 2 dan kloter 3.
I was so ready to go at that time.

11 Sep 2011

FROM SUB WITH LOVE …

It’s been a long days yah … many things happened, folks!! Mulai dari perjalanan ‘dinas’ ritual setiap ada proyek sampai dengan kabar terakhir tentang dimana saya sekarang berada. A whole new different world yet the best but better. Nah lo … kayak apa itu maksudnya??  First of all, welcome Banjarmasin!! Atau Benji, begitu sebutan saya untuk kota kecil ini. Bagian dari Propinsi Kalimantan Selatan, bagi yang tidak tahu apa beda propinsi dan kota belajar lagi geografi yahh … , salah satu kota penghasil batubara di Indonesia dan salah satu kota dengan kultur keagamaan lumayan kuat. Kenapa Benji, Rika? Karena untuk sementara hanya Benji yang memanggilku, itu yang selalu saya jawab ketika setiap orang kaget mendengar saya berpamitan pertama kali. Terutama keluarga terdekat, om, tante, sepupu, dan para sahabat. Benji terhitung ‘jauh’ dari Surabaya, kota tercinta. Jauh menurut ukuran memang iya, tapi secara transportasi sebenarnya cukup dekat. Banyak maskapai yang menyediakan rute penerbangan Surabaya-Banjarmasin maupun sebaliknya.

Sedikit cerita perjalanan selama beberapa bulan terakhir yang lumayan seru, dan diawali Benji sebagai pilihan (dan kemudian dipilih olehnya hihihihi), tidak begitu saja semua keputusan diambil untuk Benji. Perjalanan dimulai dengan survey Bekasi tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) disana. Seminggu merasakan hidup di Jakarta, big city, dan dengan segala ke-hectic-an khas rutinitas ibukota. Puas sejenak menghirup udara Jakarta, keseruan hidup sebagai planner berlanjut ke Benji. Kali ini panggilan tes pekerjaan salah satu BUMN, rutinitas saya sebagai pencari kerja, membuat saya bertekad bulat merubuhkan segala ketakutan akan ‘dunia luar’ yang selalu menjadi momok setiap orang atau saya khususnya. Hidup di luar Pulau Jawa sama dengan hidup di hutan, itu kata kebanyakan orang. To be honest, siapa yang pernah berpikiran yang sama?? I bet most of you would think the same. Tekad baja ‘menjajah’ tanah di luar Jawa muncul ketika melihat pengumuman lowongan BUMN tersebut yang memang mencari pegawai untuk wilayah Indonesia timur. Sebelumnya tidak pernah terpikir Benji, Balikpapan, Makasar, atau kota lain di bagian timur Indonesia. Semuanya kembali pada mimpi awal semaca kecil yang memang selalu terobsesi dengan rentetan pengalaman hidup keliling Indonesia. Well … kalau ada yang keberatan saya , maka salahkan Papa saya karena memberi gambaran awal bagaimana serunya bisa keliling Indonesia. Yup … my Dad had reached Sabang to Merauke, eh engga dink, tapi lumayan lah bisa keliling ke beberapa pulau di Indonesia. Hihihihi. Pemikiran konyol selanjutnya adalah harus ada yang meneruskan genetik yang satu itu. Karena yang pasti tidak mungkin si kakak yang sudah cukup nyaman dan berakar di Jakarta. Dikuatkan dengan cita-cita awal dan bayangan itu, akhirnya … SUB – BDJ, begitu kata tiket pesawat yang saya pegang di awal bulan Juli tersebut pun terlampaui.

Sekali lagi, kenapa Benji, karena pertimbangan keberadaan si sohib partner edan semasa kuliah, Kiki, yang berdomisili disana, karena pilihan lokasi tes lain benar-benar asing bagi saya. Dan dengan humble-nya Kiki beserta keluarga menerima saya dengan tangan terbuka. Thank’s Lord to have her!! Smooch Kiki!!!! Send a kissSeminggu hidup di Benji hanya untuk mengikuti rangkaian tes masuk perusahaan tersebut, menjadi anak ketujuh dan ‘adik’ bagi Kiki sekeluarga (hehehe…atau saya yang ke-ge er-an yah) lumayan membuat saya mulai nyaman dengan kota ini. Meski dengan segala keterbatasannya dengan sempat mati lampu ditengah-tengah keseruan kami hangout di satu-satunya mall yang ada di Benji, dalam hati dan sempat berkata ke Kiki kalau I can live here. Barangkali benar kata orang, kalau kata itu doa, wellhere I am now, meski seminggu kemudian ketika kembali ke kota tercinta Surabaya harus kembali melapangkan hati seluas 10x lapangan bola dan sekali lagi mendengar kegagalan karena ditolak (untuk keseribu kalinya) oleh perusahaan tersebut. Hehehe.

Minggu ketiga setelah keseruan Benji dan Surabaya, penggilan berikutnya adalah Makasar!!!! Huehehehe … seandainya perjalanan antar kota didalam negeri ada semacam passport, barangkali bolehlah saya membanggakan stempel setiap kota yang pernah saya kunjungi hehehe. Tawaran pekerjaan dari rekan-rekan sejawat (jiah!!!) yang cukup menggiurkan membuat saya sekali lagi nekad mengambil pekerjaan tersebut, meski untuk selanjutnya memang tidak bisa saya selesaikan. Kenapa menggiurkan, karena godaan perjalanan survey yang harus kami lakukan di 4 kota besar di Indonesia. Surabaya-Jakarta-Medan-Makasar. Hihihihihi … Untuk menghemat biaya dan tuntutan keterbatasan waktu menyelesaikan survey sebelum bulan puasa, membuat saya hanya mendapat bagian menyelesaikan survey untuk Kota Surabaya dan Makasar. Tidak banyak cerita untuk survey Surabaya sebagai kota yang tidak asing. Tapi menjadi berbeda karena lokasi survey yang tidak biasa, pelabuhan!!! Seumur-umur hidup di Surabaya baru sekali seumur hidup ke Pelabuhan Tanjung Perak, itu juga karena ada tour wisata sekolah. Yahh … paling tidak jadi pahamlah bentuk dan kehidupan di utara Surabaya kali ini. Survey kali ini sekaligus mengukuhkan kali kedua saya mengunjungi Pelabuhan Tanjung Perak. 

Makasar. Perjalanan selanjutnya yang harus ditempuh di minggu ketiga di Bulan Juli. Cukup 2 hari saja menghabiskan waktu di Makasar, tapi lagi-lagi saya mulai jatuh cinta (juga) dengan kota yang satu ini. Entah kenapa, Makasar mengingatkan saya dengan Kota Malang yang hampir pernah saya tinggali selama 7 tahun, hanya berbeda dari segi cuaca. Kota pantai di Pulau Sulawesi ini memang memberikan kesan tersendiri buat saya. Pengalaman selama 2 hari yang menimbulkan banyak kesan. Malam pertama di Kota Makasar karena penerbangan terakhir kala itu disambut dengan pemandangan dunia malam Kota Makasar yang … mmm … mengejutkan!! Bukan tanpa maksud melalui area itu melainkan jalan satu-satunya dari bandara menuju kota hanya itu. Huehehehhe. Deg-deg an dibuatnya. Call me nerd or what, memang itu yang saya rasakan. Oya … khusus perjalanan Makasar nanti saya tulis tersendiri. Servis oke dan akomodasi yang memuaskan wajib hukumnya di share hihihi. Kesan kedua di Makasar adalah temperamen!!!! Hehehe. Bukan rahasia umum kalau Makasar terkenal dengan sifat yang satu itu. Bahkan hanya karena pesanan makanan terlambat datang Mas guide kami sudah bernada tinggi yang semula santai kayak dipantai. Yah … apa mau dikata sudah dari sononya mungkin orang Makasar begitu. Dan selanjutnya semakin berkesan dengan Karebosi Makasar (nama Mall bawah tanah di sana), Pantai Losari (sayangnya ketika berkunjung kesana tulisan termahsyur di tepi pantai itu tertutup panggung salah satu event yang sedang diselenggarakan), Jalan Somba Opu (tempat oleh-oleh), Trans Studio (yang menurut saya biasa saja), coto makasar, dan konro yang memang baru kali itu saya bisa menikmati iga/konro yang pas di lidah. Oya … satu lagi, Kampong Popsa Makasar tempat nongkrong pinggir pantai yang hips in town. Satu kata untuk Makasar, Amazing Makasar!! Since then, promise to myself, trip to Makasar would be on my list. Perahu pinisi kebanggaan Indonesia masih belum ada di file foto hehehe.

Keseruan Makasar berakhir ketika kembali lagi panggilan tes pekerjaan datang dan mengharuskan saya segera kembali ke Surabaya. Untuk kesekian kalinya, saya diuji.

Satu yang bisa saya katakan selama perjalanan di bulan Juli lalu, everything went quickly. Tidak ada jeda, semuanya berlangsung begitu saja. Sampai akhirnya panggilan pekerjaan di Benji yang kembali memanggil dan mensyaratkan kehadiran saya selama kontrak di Benji. Sempat ragu karena harus melepaskan semua tanggung jawab sebagai anak yang selama beberapa waktu belakangan memang jadi tugas keseharian di Surabaya. Melepas keseruan bersama dGoss yang selama beberapa waktu memang intens, atau melepaskan ‘cinta’ yang benar-benar harus dilepaskan (untuk sementara waktu??). Huehehehe … curhat colongan jadinya. Kalau boleh jujur, memang pekerjaan yang satu ini tidak bisa menjadi masa depan, tapi (sepertinya) bisa menjadi salah satu cara untuk masa depan yang lebih baik. Sekali lagi harus berterima kasih ke Kiki karena dia yang memberi informasi lowongan pekerjaan ini. Hutang budi kesekian kali, meski pada akhirnya keputusan kembali pada saya. Hari-hari pertama menginjakkan kembali tanah Benji memang tidak mudah. Semua memori sebagai anak kos harus kembali digali setelah lama kembali menjadi anak rumahan. Mencari kos, hidup sendiri di tanah orang, memulai segalanya dari nol kembali, mempelajari jalanan Kota Benji dengan pilihan moda transportasi terbatas. 

Per 1 Agustus 2011 saya resmi berdomisili di Benji. Bukan masalah memulai kembali kehidupan sebagai anak kos yang membuat segalanya berat, tapi sekaligus puasa hari pertama saya tidak dirumah itu yang membuat berat. Terima kasih untuk segala kerabat yang sering mengingatkan saya untuk banyak makan sayur dan mengkhawatirkan kesehatan saya khussunya selama sebulan ini. Kalau  boleh jujur, beberapa kali air mata jatuh karena masa adaptasi tersebut. Bagi para perantauan pasti merasakan hal yang sama. Harusnya bisa saja saya tinggal selama beberapa waktu bersama keluarga Kiki yang sebetulnya memang meminta saya untuk tinggal dahulu selama sebulan ini. Grateful punya ‘keluarga’ baru (semoga tidak keberatan saya anggap sebagai keluarga saya!!) yang begitu terbuka dengan orang baru. Semata-mata saya ingin segera merasakan masa-masa adaptasi yang memang harusnya dilalui dengan air mata, sedih, mellow, manja, dan lain sebagainya. Semakin cepat dimulai, semakin cepat pula akan berakhir. Dan … hasilnya, saya sudah mulai menjelajah beberapa bagian kota Benji tanpa kesulitan apapun.

2 minggu pertama bekerja tidak menyulitkan atau belum terlalu menyulitkan tepatnya. Bahkan, sudah mendapat kepercayaan dari atasan untuk menghadiri pertemuan di Jakarta. Sejenak menghirup udara Jawa memang sedikit air breathing yang melegakan. Kembali melihat hiruk pikuk kota besar, paling tidak menjadi doping untuk tidak terlalu ekstrim menghadapi Benji selanjutnya. Jakarta bukan Surabaya, mengunjungi kakak disana juga tidak sama jika bertemu dengan orang tua atau rumah Surabaya. Tapi 4 hari di Jakarta cukup membuat saya kembali ke Benji pada hari kelima dengan senyum bersyukur. Hehehe. Alhamdulillah. BDJ – CGK pun jadi perjalanan pertama di bulan Agustus. Benar kata jargon tentang dunia planner atau plano diluaran, satu-satunya yang menyenangkan dari pekerjaan plano salah satunya adalah ‘jalan-jalan’. Kenapa bertanda kutip, karena sebetulnya yang dilihat bukan tempat wisata atau spot menarik di lokasi survey, melainkan bisa menginjakkan kaki di tanah yang tidak biasa kita kunjungi is an awesome thing. Baru saja beberapa waktu lalu membaca buku dengan judul The Book of Awesome karangan Neil Pasricha yang menceritakan pemikiran sederhana si pengarang tentang hal-hal kecil yang kadang tidak kita sadari tapi ternyata adalah AN AWESOME thing. Secara tidak langsung buku ini mengajarkan kita untuk tidak meributkan hal-hal besar dan membuat kita untuk lebih sering mensukuri sesuatu walaupun itu bukan hal besar.

Minggu ketiga hidup di Benji sudah mendapat kesempatan kembali untuk melakukan perjalanan ke beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan. Mulai menyisir bagian utara Kalsel, Tanjung-Amuntai-Hulu Sungai, lalu kembali ke Benji. Meski tidak untuk mengunjungi tempat wisata disetiap tempat tersebut, bisa menginjakkan kaki di tanah setiap kabupaten tersebut adalah Awesome thing. Kalau bisa mengumpulkan setiap pasir atau tanah dari setiap tempat barangkali akan lebih berkesan. Awesome thing lain yang agak sedikit membuat sedih adalah melihat kehidupan di setiap kota (yang lebih) kecil (dari Benji). Rangkaian perjalanan selama 2 hari tersebut secara tidak saya sadari sebuah A-Ha moment yang diberikan oleh Tuhan untuk melihat sesuatu yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Kearifan lokal masyarakat Kalimantan SElatan bagaimana kehidupan mereka tidak jauh dari sungai. Relijiusitas setiap warganya. Dan satu yang saya syukuri, keramahan masyarakat terhadap kami orang baru yang jauh berbeda dengan kota-kota besar di Jawa. Ketulusan yang belum pernah saya lihat sebelumnya.  Hati yang sederhana kalau boleh saya simpulkan bagaimana masyarakat Kalsel.

Minggu keempat … adalah MUDIK!!!!!!!!! Hehehehe … Pulang. Kembali ke peraduan, kembali menjadi the baby one in family. Tidak sadar kalau sudah bersahabat dengan Benji selama 30 hari. Dan cukup bisa kembali ke tanah Jawa dengan tersenyum. Bahagia? Tidak juga. Sedih? Bukan. Proud, bangga atas diri sendiri yang (ternyata) bisa push my limit maximally. Tidak perlu pengakuan orang lain atas kebanggaan terhadap diri sendiri dan tidak pula membutuhkan tepukan punggung karena mereka bangga, yang jelas bisa memahami batas diri sendiri dan tidak disangka-sangka ternyata bisa melebihi apa yang dikira adalah AWESOME. Have you ever feel that, people?

Pada akhirnya … from SUB with love. It all started from lovely hometown and ended … (could be) anywhere, here at this time. Leaving all my comfort at SUB and pushing myself at other place. Hopefully not pushing too hard.

So can wait for next ‘adventura’ !!!!!!!!!!!! Wish me any luck people!!!! Fingers crossed

2 Sep 2011

Pertemanan dan Persaudaraan

Teman.
Pasti punya.
Saudara.
Pasti punya.
Teman sekaligus saudara.
Ya beberapa juga punya.
Aku memiliki teman, juga saudara.
Aku juga memiliki teman yang seperti saudaraku sendiri.
Teman yang seperti saudara itu rasanya beda dengan berteman biasa.
Tertawa bersama, menangis bersama, menghujat bersama, bersilat lidah bersama.
Ada sayang dan benci, tapi tak bisa terganti.
Seiring waktu menyaksikan sendiri bagaimana kami tumbuh dan dewasa.
Menyikapi masalah dan permasalahan dengan serius kemudian balik lagi ke canda.
Selalu support untuk maju dan terus berpikir positif tentang hidup ini.
Tak tau sampai sejauh mana ini akan berlangsung.
Tapi yang aku tau, sekarang sudah cukup jauh.
Dan nampaknya belum bisa berhenti, cukup susah dan aneh untuk dihentikan.
Semuanya alami mengalir begitu saja, biarlah begitu.
Rasanya menyenangkan memiliki teman sekaligus saudara.
I know where to go.
Tempat paling jujur di dunia selain keluarga.
Teruntuk teman dan saudaraku tersayang.
Kalian tau siapa diri kalian tanpa perlu dimention.
XXXXXX