17 Des 2011

How's life? : A Great Dream Came True named Banjarmasin

Itu yang selalu saya tanyakan kepada beberapa teman yang sudah lama tidak berkomunikasi. Selalu tentang hidup yang saya tanyakan. Bukan kabar mereka. Entah kenapa saya jauh lebih suka bertanya bagaimana hidup mereka selama kami tidak bersua atau berkomunikasi. Maklum ... teman saya tidak begitu banyak (i'm not a kind of person who have a lot of pals), jadi bisa dipastikan hubungan saya dengan teman-teman (akrab) adalah komunikasi sehari-hari bahkan dalam hitungan menit. Itu kenapa saya jadi lebih suka menanyakan bagaimana hidup mereka ketimbang kabar ketika ada menit yang terlewati antara kami.

So ... how's life people? Apa yang terjadi dengan hidup kalian? Hidup saya sedang seru!!! Lama tidak menulis blog ternyata jadi pengalaman seru juga bagaimana caranya merangkum hidup saya sejak tanggal terakhir saya posting tulisan dalam tulisan yang 'singkat'. Semoga memang bisa sesingkat mungkin saya bagi dengan kalian semua.

Generally, tahun 2011 adalah tahun seru sekaligus tahun egois bagi saya. Kenapa egois? Karena semua yang terjadi di hidup saya adalah pilihan saya, resiko saya, dan mimpi saya yang terwujud. Siapa yang mengira seorang Rika bisa juga jadi perantau seberang pulau dimana di 'kehidupan' saya sebelumnya (haiyah!!!) adalah seorang yang antipati dan beranggapan kalau untuk apa bekerja di pulau seberang yang tidak ada apa-apanya. Sebuah akibat sebagai pengangguran dan bosan menjadi freelance di kota besar, dan haus akan pengalaman hidup yang berbeda jadi alasan saya kenapa meng-iya-kan tawaran teman untuk bekerja di pulau seberang, meski saat itu masih bekerja di bidang yang sama ketika saya menjadi tenaga freelance. Dan anehnya, tidak ada satu pun yang saya khawatirkan ketika itu. Semua berjalan biasa saja, dan itu salah satu cara meyakinkan kedua orang tua yang khawatir dengan anak bungsu-nya merantau di pulau seberang.

Pulau Kalimantan. Siapa yang pernah mengira saya pernah menginjakkan kaki dan mengadu hidup di sebuah pulau yang kata dunia adalah salah satu paru-paru bumi karena luasan hutan yang lumayan menjadi hal besar di pulau ini? Intinya, ada kesalahpahaman gambaran yang orang-orang masukkan ke otak saya tentang pulau itu. Ini era 2000-an. Hey ... Kalimantan is not that bad kok!!!! Pengalaman 3 bulan yang remarkable dan bakal jadi bagian dari cerita saya ke anak cucu saya suatu hari, meski ketika tiba saatnya hanya akan menjadi cerita singkat atau bahkan sepintas lalu tentang bagaimana Kalimantan, Kota Banjarmasin tepatnya. 3 bulan bisa kenal orang-orang humble ala urang Banjar (baca : orang Banjar), bisa belajar bagaimana rasanya bekerja kantoran, dan siapa sangka ... karena Banjarmasin saya bisa menginjakkan kaki ke Kota Pontianak??!! So ... lumayan buat nambah-nambahin push-pin di peta Indonesia. Hehehe.

Kenapa cuma 3 bulan? Karena kota kelahiran 'memanggil' saya untuk mengabdi padanya (haiyah!!!). Kota Surabaya. Tempat dimana akan selalu jadi tujuan utama saya. Yess ... I'm a city girl now!!!! Berasa Carrie Bradshaw gitu nggak siy?? Jujur saja, saya tidak sebegitunya dan terobsesi menjadi tipikal pekerja ibukota atau kota besar. Mungkin bagian itu sudah diambil Kakak yang meniru jejak Mama. While saya ... diberi jalan untuk meniru jejak Papa yang memang juaranya kalau urusan dunia diluar sono. Ngga ada yang tahu 'kan kalau Papa sudah ngencingin Sabang sampai Merauke?? Kenapa ngencingin karena bisa saya yakin anda semua, setiap kali menginjakkan kaki disuatu tempat yang dicari si Papa pertama kali adalah toilet!!!! Buat pipis. Hehehe. Dan saya cukup bangga dengan diri sendiri yang bisa jadi breakthrough di keluarga besar sebagai salah satu keturunan perempuan yang bisa dan berani merantau (ilustrasi: sambil nge-list sepupu cewek,tante, keponakan cewek, eyang putri, budhe, yang pernah merantau. Dan tidak menemukan yang pernah merantau). Paling jauh itu pun Jakarta. Ahhh ... siapapun bisa, sanggup, mampu, atau cukup punya mental baja kalau soal ibukota negara yang satu itu. Tapi kalau seberang pulau??? Hayooo ... kalimat pertama yang muncul paling-paling,"Jauh banget kerjanya?! 'Kan kamu cewek?! Deket orang tua harusnya,". Suka heran sama celetukan yang ini. Om, Tante, Nyak, Babe, kalau memang dikasih rejekinya disono pigimane yee??? Kalau rejeki bisa "dipilih" pasti ane pilih rejeki Jakarta atau New York sekalian??!!. Berat kok buat saya si anak bungsu, andalan Papa, Mama, dan Kakak buat lucu-lucuan di rumah "keluar" dari rumah cuma buat sesuatu yang disebut rejeki. Tapi apa mau dikata, maksud hati memeluk hutan beton, apa daya tangan nyampe-nya di hutan Kalimantan sono.

Ada apa dengan banjarmasin, sampai-sampai saya sebut sebagai a great dream came true? Untuk kesekian kalinya harus saya jelaskan, hidup merantau itu seru lowh!! Bisa merantau ke suatu tempat yang tidak banyak jadi pilihan orang adalah sesuatu bagi saya. Dan akan selalu angkat topi, menunduk dalam-dalam kalau ada orang, perempuan terutama, yang bisa, mau, dan sanggup bertahan di seberang sana. Jadi, singkat kata ... a great dream came true.

Apa yang ada di Banjarmasin? Semua ada. You named it, Banjarmasin ngga jelek-jelek amat kok. Mall? Ada, meski cuma 1. Pizza Hut? Ada. Tempat salon atau spa? Ada. Barang merk luar negeri? Ada kok, meski memang tidak sebanyak di kota besar. Mobil mewah? Buanyakkk, apalagi kendaraan roda 2. Singkat kata, Banjarmasin itu kota. Jadi apa yang menjadi kriteria atau ciri kota bisa dipastikan ada disana. Hanya saja skala dari segi kuantitas dan kualitas tidak bisa dibandingkan dengan kota besar di Indonesia. Dan dengan segala "ke-minimalis-an"nya saya bisa hidup disana. Buktinya, ketika meninggalkan Banjarmasin saya menangis. Sedih harus berpisah dengan Pimpinan kantor yang sangat mengayomi bawahan, berpisah dengan rekan kerja yang sedikit tapi cukup akrab untuk saling membagi cerita hidup. Terutama sedih harus berpisah dengan orang-orang ramah yang kata kebanyakan sudah sulit untuk ditemui. You have to come to Banjarmasin to get one. Satu kata yang bisa saya simpulkan dari urang Banjar, ramah, baik, meski kalau bicara satu dengan lain seperti orang berantem. Mungkin faktor geografis kota yang "sejengkal" dengan garis khatulistiwa. Panas.

Saya kangen masa-masa mencari tiket mudik ketika lebaran atau tiket pulang kampung untuk mondar-mandir Surabaya-Banjarmasin atau sebaliknya. Saya kangen suasana bandara yang hectic dengan segala aktivitasnya. Saya kangen ketika harus kebosanan dengan makanan anak kos yang itu-itu saja -mengingat selama saya disana tidak ada kendaraan pribadi. Saya kangen dengan logat orang Banjar ketika berbicara. Saya kangen dengan tampilan makanan Banjarmasin yang full makhluk-makhluk dari jagad perairan -saya tidak suka dengan ikan atau sejenisnya. Saya kangen suasana pasar wadai (baca : pasar kue) selama bulan Ramadhan di tepi sungai Martapura. Saya kangen kesederhanaan hidup di Banjarmasin.

Saya kangen Banjarmasin.

(Ilustrasi : sambil ngebayangin malam minggu disana itu bingung mau kemana, kalau ga nge-mall naik angkot, tunggu jemputan bestie dan jadi Ali Topan dengan motornya, atau bengong di kost nonton tv kabel yang jadi fasilitas rumah kost disana)

 

To be continued ...