28 Apr 2011

RAMEN THING

Semuanya berawal dari penyakit musiman yang datang dikala antibody bekerja improperly. Flu. Penyakit yang tidak kenal usia, musim, atau apapun asal antibody tubuh tidak bisa lagi menahan serangan virus-virus menjadi sebuah penyakit ‘mematikan’. Mulai dari lemas, tidak bisa beraktivitas selayaknya orang sehat, merambat ke kepala, suhu tubuh, dan lain sebagainya. Obatnya cuma satu, eh dua dink, minum air putih sebanyak mungkin dan istirahat total. Itulah yang terjadi pada saya kira-kira sebulan yang lalu. Sebagai seorang yang belum bekerja jam normal, cukup aneh juga bisa kena bad flu. Suhu tubuh cukup tinggi, tenggorokan super duper sakit, dan 24 jam cuma bisa merem melek diatas tempat tidur. Mama jadi dokter dadakan cekokin saya air putih berliter-liter. Papa langsung freak jadi petugas fogging nyamuk takut-takut demam berdarah, tiap ujung kamar disemprot obat nyamuk sambil sedikit ngomel-ngomel. Sementara saya … memendam hasrat akan Mie Ramen. Hehehe …

Mungkin bukan hanya saya yang terkadang mengandalkan menu-menu makanan berkuah ala ramen, tomyam, laksa, atau semacamnya untuk penyeimbang kondisi tubuh yang sedang drop. Terbayang semangkuk besar mie ramen yang panas, disajikan ekstra pedas, plus teh hangat rempah, sepertinya bisa mengembalikan suhu tubuh ke derajat normal. Apa daya kondisi tubuh yang belum memungkinkan cuma bisa gigit jari, apalagi mengingat lokasi rumah yang dipinggir Kota Surabaya jauh dari segala tempat.

Setelah beberapa hari kemudian kondisi tubuh mulai normal, tidak salah rasanya saya harus berterima kasih dengan beberapa teman yang mengajak hangout secara mendadak di malam minggu. Meski tidak lama karena masih harus menjaga kondisi tubuh experience kali itu benar-benar membuat saya dan teman-teman agak sedikit terbengong-bengong, mengingat tempat makan yang kami tuju tidak jauh dari rumah masing-masing dari kami tinggal, dekat dengan sekolah kami, dan berjuta kali kami melewati lokasi itu tidak sekali pun kami semua perhatian kalau ada tempat makan enak!!! 

 
Depot Fujiya dan Café Rollaas, terletak didalam swalayan Papaya Jalan Raya Margorejo Indah,
ramen @ Fujiya
Surabaya. Yang kami tahu swalayan itu  memang ada sejak dulu. Tapi kami tidak pernah tahu kalau ada sebuah tempat makan didalamnya yang memang lumayan. Dan ketika membaca menu makanan yang disodorkan ternyata Japanese restaurant!!! Sama seperti dengan menu-menu restoran jepang yang lain, mulai dari sushi, udon, sampai ramen tersedia. Dan untuk mewujudkan cita-cita beberapa hari yang lalu akan mie ramen, walhasil malam itu tema kami berempat adalah Ramen time!!!!!!!!! Yippiiiii … Jujur saja kali ini saya benar-benar pas dengan rasa mie ramen  yang disajikan. Sebelumnya saya pernah mencoba mie ramen di tempat lain yang khusus menyajikan ramen, ramen yang disajikan di Fujiya ‘agak’ sedikit jauh dari rasa ramen resto-resto terkenal itu. Dari segi rasa jauh lebih sederhana, lebih Indonesia, tapi … dengan porsi mie yang wajar dan yang terpenting HALAL.
appetizer
 Kalau yang suka nge-ramen pasti paham ada kalanya ramen yang dihidangkan tidak halal atau bisa memilih daging halal. Untuk yang muslim taat, ada kalanya mempertimbangkan faktor peralatan dapur yang dipakai menjadi satu dengan masakan tidak halal. Itulah kenapa kadang kala saya dan teman-teman agak jarang menikmati menu makanan ini. Yang tidak kalah pentingnya adalah porsi mie yang disajikan di Fujiya sangat jumbo alias sesuai dengan ukuran mangkuk yang jumbo pula, melainkan sebagai ‘penghias’ karena porsi mie yang jauh lebih kecil seperti yang beberapa kali pernah saya temui. Jadi untuk yang lapar sekali, boleh mencoba menu ramen di Fujiya. Kali itu saya memesan menu ramen chicken crème (saya lupa nama lengkapnya), yang jelas ramen yang disajikan memiliki tekstur crème tidak terlalu kental, sayuran, daging ayam, dan beberapa potongan nori sebagai garnish yang tetap bisa dinikmati. Beberapa teman yang lain juga memesan ramen crème dengan pilihan daging yang lain dan lebih spicy. Suapan pertama … yummO!!! Suapan kedua … sedappp!!!! Suapan ketiga … slurrrppp!!! Suapan keempat … wow!!!! Dan seterusnya. Lebih spesial lagi ketika itu sedang ada promo “ramen free appetizer”. Pesan menu ramen apapun, gratis menu appetizer. Makanan penutup yang saya pilih kala itu semacan tofu goreng yang disajikan dengan kuah asin. Lagi-lagi maafkan saya karena lupa mencatat judul lengkap makanan yang saya pesan T.T . Rasa dari menu appetizer ini lumayan meskipun tidak terlalu spesial. Tofu khas jepang yang bertekstur lembut dengan lapisan luar hasil gorengan cukup enak untuk dinikmati. Atau mungkin juga karena terlalu kenyang dengan ramen, menu penutup ini jadi tidak terlalu menjadi fokus perhatian saya.


Tidak adil juga rasanya saya tidak menunjukkan minuman pilihan saya kala itu. Meski termasuk tempat makan yang menyajikan makanan jepang, ternyata Fujiya juga menjadi satu dengan café 
black south asia tea
Rollaas yang menyajikan menu khusus pilihan minuman. Barangkali ada yang pernah mendengar kopi atau teh merk Rollaas tidak heran, karena semua minuman kopi dan teh di kafe ini juga menyajikan produk-produk mereka. Based on saran dari mas waiters karena saya sedang bad flu dan ingin yang hangat-hangat, pilihan pun jatuh pada teh rempah (aduhhh lupa lagi nama menunya!!!) yang kalau saya tidak salah tertulis “black tea south asia”. Teh disajikan di pot yang berbeda, plus rempah-rempah yang saya sendiri kurang paham apa racikannya, tapi memang ampuh melegakan hidung yang mampet. Saya tidak begitu menyimak detil untuk menu-menu café rollaas tapi yang jelas everything worth to try.

Last but not least, urusan harga semua harga sebanding dengan rasanya. For food or drink. Kalau dirasa agak sedikit mahal, mungkin juga. Relatif. Tergantung kantong masing-masing. Tapi menurut saya semua standar harga kafe atau resto dengan rasa makanan dan minuman yang pas, bukan pas-pas an. Once again, berikut saya sertakan peta lokasi Fujiya dan café rollaas.

20 Apr 2011

SEMANGGI SUROBOYO

Akhirnyaaaa!!!!!! Setelah bertahun-tahun beredar kesana kemari, hari ini menjadi hari yang spesial. Ibu Semanggi lewatttt depan rumah!!!!!!!!!!!!! Hehehehe.

Sebetulnya sih agak lebay soal semanggi thing hari ini, mengingat setiap minggu Ibu semanggi juga pasti lewat gang rumah di Surabaya. Saya-nya saja yang jarang-jarang perhatian sama makanan yang satu ini. Setelah upload beberapa foto tentang makanan yang satu ini lewat twitter, ternyata ada beberapa pertanyaan terkait makanan langka yang satu ini. Baru sadar juga kalau makanan khas Kota Surabaya ini benar-benar langka. Kelangkaannya mengalahi keberadaan makanan Lontong Balap yang juga di-klaim masyarakat Surabaya sebagai khas-nya Kota Surabaya. Tapi nasib si Lontong Balap jauh lebih beruntung ketimbang si Semanggi. Di pasar belakang rumah juga masih ada beberapa gerobak Lontong Balap yang stand by setiap harinya. Untuk sebagai pilihan culinary destination di Kota Surabaya bahkan ada spot khusus penjual Lontong Balap yang berjajar disepanjang jalan, tepatnya di Jalan Kranggan Kota Surabaya. Bisa tinggal pilih mana tenda penjual Lontong Balap yang kosong, meskipun jarang-jarang juga yang kosong melompong saking banyaknya orang yang cinta maupun sekedar mencoba rasa Lontong Balap. Tapi cukup berbeda kalau membicarakan tentang Semanggi.

IMG00401-20110420-1152Semanggi sebenarnya termasuk dalam jenis rumput yang biasanya bisa kita temukan di area persawahan yang (mungkin) hanya ada di daerah Propinsi Jawa Timur. Kurang paham juga bagaimana dengan persawahan di luar Pulau Jawa apakah ada atau tidak. Karena makanan ini hanya ada di daerah Jawa Timur. Mungkin juga ditemukan pertama kali di Kota Surabaya sehingga mendapat julukan Semanggi Surabaya yang juga dilagukan dengan judul yang sama. Berdasarkan hasil riset instan di Wikipedia, makanan semanggi dimasak dengan cara mengukus daun semanggi kemudian dihidangkan dengan bumbu semacam bumbu kacang untuk pecel atau gado-gado, hanya berbeda racikannya. Bumbu makanan ini ada kandungan gula jawa dan bumbu-bumbu dasar kacang Indonesia yang lain. Agak susah untuk browse resep bumbu kacang untuk Semanggi. Dan setiap beli Semanggi selalu lupa tanya ke Ibu penjual. Setau saya bumbu kacang itu bentuknya padatan seperti bumbu pecel sebelum dilarutkan ke air. Jadi, si Ibu biasanya meracik dulu bumbu kacang dengan air kemudian baru meracik daun semanggi keatas piring dengan tambahan kecambah. Setelah bumbu kacang disiram ke racikan daun semanggi dan kecambah, kerupu uli jadi sentuhan terakhir dari hidangan Semanggi Surabaya. That’s it!! Untuk memakannya pun tidak memerlukan tambahan nasi atau lontong. Ibarat kata, makan Semanggi sama dengan makan rumput hehehe. Satu hal lagi, setiap menikmati makanan ini saya tidak pernah menggunakan sendok atau garpu, melainkan menggunakan potongan kerupuk uli sebagai sendok. Sedikit gambaran rasa, daun semanggi bertekstur mirip daun singkong meskipun terlihat seperti sayuran kangkung dalam kondisi basah (baca: terkukus). Untuk bumbunya memang terasa tekstur kacang, tapi entah ada tambahan bahan lain yang membuat bumbu kacang ini terasa lebih kental dan tidak seencer bumbu kacang gado-gado atau pecel. Soal harga, Ibu semanggi yang lewat depan rumah hanya mematok 5.000 rupiah sepiring dan 1.000 rupiah untuk tambahan kerupuk uli.

Semanggi Surabaya

Satu hal yang membuat saya salut dengan Ibu penjual Semanggi ini adalah beliau pada usia rentanya tidak pernah sekalipun tidak lewat gang kami di hari Rabu sekitar pukul 10 – 11 pagi. Dan itu selalu, mulai dari saya masih kecil hingga sekarang. Kalau saya tidak salah ingat, dulu selalu ada besek (baca: keranjang anyaman bambu) yang di-sunggi (baca: diletakkan diatas kepala), besek yang digendong, dan keranjang plastik yang ditenteng. Mungkin semakin renta usia beliau, keranjang anyaman berisi sepanci besar daun semanggi, sepanci besar bumbu kacang kering dan sekantong besar krupuk uli, hanya digendong menggunakan kain. Sedangkan, keranjang plastik yang ditenteng berisi beberapa botol air mineral, kain serbet, dan beberapa keperluan berjualan. Entah bagaimana dengan daerah lain di Kota Surabaya, tapi sepemahaman saya penjual makanan ini sudah tidak banyak lagi. Maklum … Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta dan luasan lahan sawah Kota Surabaya semakin berkurang. Semakin tidak terbayang setiap tahunnya mungkin Ibu penjual Semanggi terancam secara finansiil karena berkurangnya ‘ladang’ daun semanggi di Surabaya.

Screen_20110420_125755Sekedar info tambahan untuk culinary destination makanan ini berdasarkan twit balasan dari @PakBondan (siapa yang tidak kenal beliau hehe), spot wisata kuliner semanggi bisa ditemui di Jalan Dempo Kota Surabaya. Jujur saja saya sendiri belum pernah kesana. Kalau berdasar cerita teman yang memang pernah kesana, (lagi-lagi) penjual semanggi Jalan Dempo juga sebenarnya bukan pemilik warung sesungguhnya, melainkan beliau ‘menumpang’ pada depot atau warung makan disebuah rumah yang juga membuka menu lain. Rasa semanggi yang dihidangkan juga cukup enak. Semoga saya bisa segera kesana untuk mencoba. Jadi, bagi yang memang belum pernah makan mungkin juga harus extra usaha mencari makanan ini. Referensi Pak Bondan dan teman saya mungkin bisa jadi masukan.

del.icio.us Tags:

19 Apr 2011

(Hanya Ingin ... )

Bersama para pencari kerja yang lain. Today is just another day to through. Cuma hari lain yang memang harus dilalui dengan segala keharusannya.

Generally, saya akan banyak menghabiskan waktu yang cukup luang di rumah, membaca sesuatu, atau menulis sesuatu. Hari ini sedikit berbeda. Interview. Sama seperti hari-hari dengan keharusan interview pekerjaan sebelumnya yang memang agak sedikit rempong yah ... Mempersiapkan kostum, cv, atau perlengkapan melamar pekerjaan yang lain. Menjadi agak sedikit dramatis kalau mengingat sudah 'pernah' melakukan kegiatan ini berulang-ulang kali. Terakhir yang saya ingat, folder 'sent mail' yang ada di akun gmail saya sudah mencapai 3 digit, yang berarti mencapai angka ratusan, membuktikan saya sebagai pencari kerja sudah terbiasa. Saking terbiasanya, apa yang harus disiapkan utk interview hari ini juga otomatis saja berjalan. Mulai tidak panik seperti pada awalnya saya sebagai pencari kerja yang bingung what to wear, what to prepare, atau how supposed to be I am. Semua berjalan seperti hari-hari 'biasa'.

Perjalanan surabaya-Malang yang sudah beribu-ribu kali ditempuh juga tidak lagi menjadi sesuatu yang harus dikhawatirkan. Karena satu hal, ini tahun terakhir saya mencoba peluang sebagai pencari kerja untuk posisi ini. Tidak perlu rasanya saya sebutkan posisi dan nama perusahaannya. menjadi tersadar dan mulai merendahkan diri untuk menjadi tidak terlalu berharap setelah beberapa kejadian melamar pekerjaan yang membuka mata saya lebar-lebar. Usia saya 26 tahun. Usia maksimal yang memungkinkan bagi perusahaan untuk menerima pegawai pada posisi tertentu yang biasanya sering diincar oleh banyak para lulusan baru. Sempat saya putus arang ketika tidak melihat nama saya pada deretan nama peserta tes penerimaan pegawai. Dan semakin depresi ketika melihat nama-nama yang tertera adalah mereka yang berusia 5 tahun lebih muda dari saya. Mungkin bagi beberapa orang menilai kalau semua itu kesalahan saya karena molor di masa studi saya. Hehehe. Mungkin benar, tapi saya menolak jika memang itu satu-satunya penyebab kegagalan saya. Ada banyak aspek yang perlu dikupas satu per satu untuk mencari apa kesalahan atau kekurangan saya. Karena pengalaman ditolak untuk kesekian kalinya karena ada yang lebih muda dari saya, membuat saya melangkah hari ini sedikit setengah hati. Karena benar-benar menjadi mengerti apa yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan itu dalam mencari pegawai. Deretan pengalaman yang beranak pinak ternyata tidak menjadi jaminan kita akan dipertimbangkan. Dalam beberapa kasus mungkin akan menjadi pertimbangan, mengingat pengalaman saya yang 'lumayan' tapi ternyata belum menjadi pertimbangan mereka menandakan ada yang salah dari saya.

Selama kurang lebih 3 jam 'terjebak' dalam masa menunggu panggilan untuk masuk ke ruang interview memang benar-benar membuat saya me-review semua hal yang pernah saya alami. Mempertimbangkan kembali apa yang saya inginkan. Cita-cita. Bagaimana saya. Dan apa yang bisa saya lakukan. Diantara semua analisa pengalaman interview yang pernah saya jalani pada akhirnya saya menarik sebuah kesimpulan yang ... Mencengangkan saya sendiri. Semua yang saya lakukan itu BUKANLAH SAYA!! Sepertinya saya kehilangan diri saya yang sebelum-belumnya. Saya yang dulu tidak pernah peduli apa yang orang lain katakan. Terserah mereka bilang A kalau saya bilang Z maka Z adalah yang mutlak. Tentunya sudah dengan pertimbangan yang diperlukan. Dan entah hanya perasaan saya atau memang itu kunci yang sebenarnya, segala keberhasilan (menurut versi saya) dalam hidup saya memang karena ke-keukeuh-an saya akan si Z tersebut. Pilihan jurusan kuliah yang 'absurd' di antara keluarga yang mayoritas jebolan sarjana hukum dengan sukses saya capai pada jalurnya. Pilihan kampus sebagai tempat menimba ilmu yang terhitung 'absurd' diantara teman-teman sukses pula saya raih (dan tidak pernah menyesal olehnya). Pilihan judul skripsi yang (lagi-lagi) 'absurd' diantara beribu-ribu judul yang ada (lagi-lagi juga) berhasil mendapat nilai sempurna meskipun dengan perjuangan ditengah keminimalisan literatur, studi terdahulu, dan tambahan ilmu arsitektur yang sedikit nanggung yang tidak pernah saya paham filosofi keilmuan dibaliknya. Dari pilihan judul-judul skripsi yang ada, hanya 5 judul dengan tema tersebut yang pernah diangkat dan menjadi produk penelitian. Pilihan-pilihan bacaan novel, sastra, atau buku yang memang menjadi kegemaran tidak pernah sama dengan banyak orang. Saya tidak membaca Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, Paulo Coelho's, Sidney Sheldon, Nora Roberts, atau Nicholas Sparks. Tapi saya membaca novel 5 cm, Q&A (yang kemudian difilmkan dengan judul Slumdog Millioner), Hotel Prodeo, Mario Puzo's, atau Mahatma Gandhi in Cadillac. Semua serba 'absurd'. Tidak bermaksud sombong, angkuh, atau arogan, tapi yang 'absurd' itu adalah normal bagi saya.

Dari itu semua, ternyata ... Tuhan sedang menyiapkan keabsurdan yang lain untuk saya. Hanya diperlukan kesabaran sedikit lagi untuk bisa menjadi apa yang saya inginkan. Tidak bisa lagi 'menyalahkan' pihak perusahaan yang menolak saya, atau meremehkan penilaian mereka atas siapa-siapa saja yang bisa memberikan kontribusi bagi mereka. Semakin sadar akan ketakutan saya untuk tidak bisa sesukses orang-orang disekitar saya. Ternyata itu semua yang menghambat, yang menyebabkan saya tidak bisa menjadi saya. Mungkin saya terlalu jauh menganalisa diri saya sendiri, karena bisa saja saya yang kurang mau push myself to the limit. Entahlah, itu hanya orang lain yang bisa menilai.

"Terima kasih atas waktu yang diberikan Mbak Rika untuk mengikuti interview awal kali ini. Dari hasil interview yang baru saja dilakukan mohon maaf untuk kesempatan kali ini Mbak Rika belum direkomendasikan untuk posisi yang diinginkan. Terima kasih dan semoga sukses untuk Mbak Rika,"

(Just) another rejection. Atau lebih tepatnya, belum. Memang tahun terakhir untuk mencoba di perusahaan ini pada posisi ini. Dan memulai kembali menata pikiran, hati, cita-cita, menggali kebutuhan dasar sebagai seorang Rika. Serta, bersabar sedikit lagi atas nama absurditas Allah untuk saya.

Laa khawlaa walla quwatta illabillah.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

15 Apr 2011

You Got PUNK'ed!!!!

Tergelitik setiap dengar banyak pihak berkomentar tentang seberapa pentingnya Ujian Nasional atau yang biasa disingkat UN atau Unas. Saya sendiri kurang paham apa atau siapa yang mencetus ide untuk menghilangkan ujian nasional yang sudah sejak dari jaman kapan tahu sudah ada. Mulai dari munculnya opini bagaimana tidak adilnya sistem penilaiannya, tidak adil bagi setiap pelajar karena pendidikan selama tiga tahun sebelumnya hanya bisa dikatakan sukses ketika ujian selama sehari itu berhasil, betapa tidak adilnya ketika hasil ujian berbeda pada individu yang sebenarnya terkenal pintar tapi menjadi individu 'gagal' karena skor yang didapat dibawah nilai standar. Dan alasan lain sebagainya. Hanya satu yang mau saya bilang kepada adik-adik pelajar diluar sana,"LU PIKIR HIDUP TUH GAMPANG???!!!!!!"

Saya tidak bermaksud menggampangkan apapun itu bentuk ujian yang menentukan kelulusan kalian. Karena saya pernah melewati itu semua. Perjuangan memang tidak akan pernah mudah dan singkat. Kalau Pangeran Diponegoro atau Tuanku Imam Bonjol masih hidup, boleh tanya ke mereka bagaimana perjuangan mereka untuk Indonesia. Try to pictured it on our mind, perjuangan mereka tidak hanya melulu tentang darah dan fisik untuk berperang tapi juga berjuang meninggalkan keluarga, istri, anak keturunan, dan yang terpenting melepaskan segala kenyamanan dunia kala itu hanya demi sesuatu yang disebut kemerdekaan. Tapi saya paham, tidak adil juga rasanya membandingkan kita dengan para pahlawan terhormat itu, berbeda konteks.

Saya termasuk orang yang mendukung adanya ujian nasional. Saya semakin tidak mengerti apa yang ada dipikiran adik-adik sekalian kenapa ujian nasional menjadi momok? Sebut saya konservatif atau apapun tapi seingat saya, jaman saya SD, SMP, dan SMU semua tahapan penilaian layak atau tidak layaknya kita lulus tidak pernah menjadi sebegini menakutkan. Dan rasanya teman-teman, kakak saya, dan pelajar-pelajar kala itu rata-rata siap dengan apapun bentuk ujiannya. Entah juga barangkali ada yang tidak sependapat dengan saya. Dan alhamdulillahnya, semua lulus!! Kalaupun ada yang tidak lulus itu karena memang track record kehadiran atau perilaku yang 'absurd' sebagai pelajar di sekolah. Kalau kalian bilang jaman saya lebih mudah, try this ... Jaman angkatan saya dulu terkenal sebagai angkatan nanggung, karena di setiap jenjang pendidikan angkatan kami selalu pas atau bertepatan dengan pergantian kurikulum. Hello!!!!!! Bayangkan itu, KURIKULUM, yang berarti berbeda secara materi, penilaian, dan bertambahnya beban mata pelajaran. Itu terjadi sejak jenjang SD yang notabene membuat mama atau orang tua kala itu ikut kebingungan dan jadi ikut belajar ulang apa yg jadi makanan sehari-hari kita. Begitu seterusnya hingga jenjang SMU. Yang semula ujian praktek hanya terkait mata pelajaran olahraga dan kesenian, mendadak mata pelajaran sains juga dipraktekkan. Seumur-umur pelajaran biologi, fisika, dan kimia cuma modal literatur buku harus bisa dipraktekkan dalam waktu yang singkat. Setiap sekolah berbenah apapun caranya agar setiap siswa terbiasa dengan laboraturium dan lebih aktif 'bergerak'. Dan ... Yess ... Semua keribetan itu hanya diukur dengan ujian sehari yang memang bikin senewen semua pihak. Kalau kalian berpikir hanya kalian yang diberatkan dengan adanya ujian nasional, mungkin kalian harus mengubah pikiran itu. Karena lulus atau tidaknya kalian, bapak ibu guru, dewan sekolah, kepala sekolah, juga ikut bingung. Kalian 100% lulus mereka pihak sekolah akan tetap diukur seberapa suksesnya mereka menyelenggarakan pendidikan. Apalagi tidak lulus. 0,00001% saja yang tidak lulus kiamat juga untuk mereka karena ada indikasi ketidak beresan dalam mendidik.

Kalau kata Ashton Kutcher di salah satu acara di MTV, you've got punk'ed!!!!! Got punk'ed by life. Dikerjain sama hidup. Seakan-akan nasib kalian dipermainkan. Bagaimana tidak, bukan tidak mungkin salah satu dari kalian yang sehari-hari terkenal pintar harus bernasib buruk dengan hasil ujian nasional yang 360 derajat berbalik. Tapi paham tidak kalian kalau diluar sana hidup kalian nanti akan penuh dengan judgement yang terkadang terasa begitu tidak adil? Bahkan, tanpa adanya ukuran yang jelas mana yang lebih baik atau sebaliknya. Bandingkan dengan ukuran penilaian ujian nasional yang jauh lebih eksak atau pasti. Fase yang harus kalian lalui sebagai seorang pelajar jauh lebih 'mudah' jika dibandingkan apa yang akan terjadi pada fase setelahnya (trustu me). Karena, sekali lagi, pada dunia yang lebih luas kalian tetap akan ada penilaian-penilaian yang melibatkan permainan nasib yang jauh lebih kejam. Soon or later, kalian akan menemui UMPTN/SPMB/SNMPTN perguruan tinggi dimana lagi-lagi menggantung nasib kalian. Setelah itu akan ada ujian/sidang skripsi sebagai akhir pembuktian kalian sebagai intelektual muda dan agen perubahan jaman, bahkan disitulah penilaian sebenarnya kalian sebagai manusia dewasa diukur. Tapi itu saja tidak cukup. Untuk mendapat sesuap nasi, segenggam berlian, atau apapun tujuan kalian bermata pencaharian, lagi-lagi ujian penilaian diperlukan untuk menentukan the right man in the right place. Hidup itu 'dipermainkan' untuk mendidik kita menjadi pribadi yang tangguh.

Diluar segala kontroversi tentang materi ujian nasional yang disamakan bagi daerah di Indonesia yang tidak bisa dipungkiri memang masih memiliki taraf yang berbeda, khususnya wilayah timur Indonesia, kenapa tidak kalian jadikan saja ini sebagai ajang pembuktian dalam hidup kalian untuk jadi pribadi yang tangguh? Lakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mencapai keberhasilan ujian nasional kalian. Kalau facebook, twitter, playstation, atau game online terlalu banyak menyita waktu kalian, saya mau bilang sesuatu, jaman dulu semua social media itu tidak ada. Dan kami masih bisa hidup. Waktu kami banyak tersita untuk mendapat les tambahan, belajar bersama, atau yang lain. Terasa berat, pasti. Tapi tidak sebanding dengan hasil yang bisa kalian capai.

Percaya diri, belajar, dan berdoa. Hanya itu kunci sukses ujian nasional kalian. Stres? Memang harus stres. Panik? Ketika paham bagaimana harus berpasrah kepada Tuhan setelah berusaha, itu yang disebut percaya diri. Sekali lagi, Rome ain't build in 3 days.

Good luck buat adik-adik pelajar dimanapun kalian berada!! Sukses ujian nasionalnya. Jangan lupa minta restu kedua orang tua sebelum berangkat. Lakukan fase ini bagi mereka-mereka yang mendoakanmu, melainkan melulu untuk diri sendiri.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

11 Apr 2011

COLLARD GREENS AND CORNBREAD

artist : Fantasia

 

Verse 1:
Yesterday I cursed you and told you that I was thru
But today I'm with you
Ain't that some love
Tomorrow you might hate me and find you somebody new
But today I'm with you
Ain't that some love
Ain’t gonna lie, boy you got me out of my mind in L.O.V.E
I go crazy when you love me
Got me acting a mess
Even got the nerve to say I'm better than my momma
Collard greens and cornbread yea (repeat)

Verse 2:
I never put up with bs from anyone
But I take it from you
Ain't that some love
And I never had no one put me through what you do
But as long as it's you
That's some real love
Oh ain’t gonna lie, boy you got me out of my mind in L.O.V.E.
I go crazy when you love me
Got me acting a mess
Even got the nerve to say I'm better than my momma
Collard greens and cornbread yea (repeat)

Baby
And you're my sweet potato pie
Sugar
You know you are
Oh.....
Sugar
And I can't get enough of you
Boy I'm crazy bout what you do
Ain gon lie, boy you got me out of my mind in l.o.v.e
I go crazy when you love me
Got me acting a mess
Even got the nerve to say I'm better than my momma
Collard greens and cornbread yea (4x)
Hey Baby

BURIED

Kebiasaan buruk tengah malam, kebangun karena suara tv yang lupa ngga di-timer atau dimatiin. Dan tambah jadi melek pas lihat ada film bagus. nope!! tidak akan bahas film yang sedang diputar di televisi sekarang, melainkan sebuah film yang sejak beberapa saat lalu pengen banget nulis sedikit review.

buried-movie-poster-2010-1020555695BURIED. Alias dikubur. Pertama kali memutuskan nonton film ini secara ngga sengaja dan serba bertanya-tanya, mengingat yang main Ryan Reynolds yang bisa saya bilang jagonya film komedi romantis ala Hollywood yang bikin cewe-cewe bilang,”Ooohh … so sweet!!!”. Kalau lupa siapa itu Ryan Reynolds, beberapa deretan film yang bisa saya sebutkan semoga bisa menyegarkan ingatan anda :

  • The Proposals, diperankan bersama Sandra Bullock
  • Definitely Maybe
  • Wolverine, jadi salah satu mutan juga kalau saya tidak lupa

dan beberapa film lain yang silahkan di-googled sendiri Smile.

5 Apr 2011

Knocked knocked on heaven's door

Tidak mengerti.

Sudah setua ini (I'm 26 years old) dan saya masih belum paham apa sebenarnya yg Tuhan mau. Model sabar yang harus seperti apa yang sekiranya memang diperlukan. It's all about the job thing, saudara saudara sekalian.

Bosen mungkin yah yang beberapa dari kalian kalau baca tulisan saya yang cuma sekedar curhatan,instead of memberi sebuah informasi yang bermanfaat bagi komunitas. Mohon maaf sebelumnya kalau blog saya (kami) memang hanya untuk 'diary' curhatan sehari-hari saya (kami) the single ladies yang membutuhkan 'other space'. Kali ini yang merisaukan saya adalah ... Happy 1st anniversary as a job seeker, Rika!!!! Kalau ibarat anak balita,usia setahun malah jadi usia lucu-lucunya. Kalau bagi saya (kami) para pencari kerja justru jadi alarm alert betapa 'bengong' or 'nganggur'nya kita. Dan pembicaraan mengenai betapa nggak enaknya menganggur semakin terusik dengan beberapa kejadian terkait belakangan yang begitu (bahkan sangat) mengusik, menggelitik, dan want to shout out them mengatakan "Lu pikir cari kerja gampang??".

The Job Fair. Kira-kira 2 minggu yang lalu hidup kembali terburu-buru seperti biasa ketika ada event job fair sebelum-sebelumnya. Bersama beberapa teman ke event tersebut dan sebagai sesama para pencari kerja saya cukup senang karena satu dengan yang lain menjadi saling support dan semakin akrab dengan bertukar info mengenai pengalaman tes, interview masing-masing. Dan selama beberapa jam berada didalam event job fair pun menjadi tidak terasa. Semua macam lowongan yang terbuka kami coba bersama. Tidak ada kata menyerah. Mulai dari posisi (hanya) administrasi hingga posisi (mentereng) officer kami coba bersama. Betapa senang karena saya tidak sendiri. Lalu, kesenangan tersebut berakhir karena pertanyaan dari si kakak tentang event tersebut. Dan mengerutkan dahi atas pertanyaannya yang saya anggap bertolak belakang dengan apa yang perna dia katakan sebelumnya. Begini kata sang kakak,"Ahh kalau pekerjaan clerical jangan mau adek, so gender sekali itu,". Dan sebelumnya suatu waktu dia pernah berkata,"adek belum waktunya untuk memilih pekerjaan,nanti memilihnya kalau sudah pernah terjun ke sesuatu posisi,". Mmmm .... Tolong benarkan saya kalau saya beranggapan ada yang tidak konsisten dari kata-kata beliau yang tercinta. Atau memang itu yang sesungguhnya harus saya pertimbangkan? Sedang pada masa tidak bisa memilih berarti ketika ada kesempatan tidak diambil juga?

Kejadian kedua, lagi-lagi tentang konsistensi berpikir seseorang. Kali ini datang dari sang besties. Sahabat tercinta yang sedang menempuh sekolah S2-nya di kota seberang. Karena beberapa saat sebelumnya dia mengatakan agar membagi info pekerjaan jikalau ada sekiranya disekitaran surabaya dan jawa timur. Dan sesama pencari kerja beberapa info memang saya bagi dengannya. Hingga pada akhirnya (kemarin) saya memberi info lowongan pekerjaan pada posisi (lagi) administrasi sebuah universitas swasta di jawa timur. Sama seperti jawaban sang kakak sebelumnya yang mengatakan,"Mau ku kemanakan gelar S2 ku, Rika? Sayang kalau cuma admin,". Well, besties, with do all my respect, I didn't ask you to find a work near home, but you did. Sesuai prinsip agama yang saya anut, cukup menyampaikan saja sudah lunas amanah saya, selanjutnya terserah anda. Tapi barangkali semakin tinggi pendidikan seseorang semakin picky juga dalam memilih sesuatu, memang sudah begitu adanya dan seharusnya. Kebayang juga siy tanggapan lingkungan yang pasti akan punya stigma,"S2 kok cuma admin?". Itu alasan kenapa saya selalu beropini, semakin tinggi ilmu seseorang seharusnya bukan lagi soal materi yang menjadi tujuan utama mereka, sekedar untuk naik pangkat atau gaji tinggi. Tapi bisa memberikan sesuatu dari segi keilmuan dan give back to community, menjadi idealist sejati.

Kejadian ketiga berbalik 360 derajat dari kedua opini sebelumnya. Sebuah chit chat antara saya dan erna (she is contributor also in this blog) beberapa waktu yang lalu. Dan saya paham sekali pekerjaannya yang memang 'hanya' sebagai class coordinator (cc) di salah satu lembaga kursus bahasa di surabaya (ehhh bener ngga, na, posisinya?) Dan sekarang pindah ke divisi (semacam) marketing di tempat yang sama. Dia barangkali satu-satunya orang yang mensupport saya dan cukup konsisten beropini soal pekerjaan. She's not picky. Tapi bisa membuktikan dia mampu, capable, dan pantas untuk berada posisi yang lebih tinggi tanpa harus merasa 'rendah' dengan posisi sebelumnya yang barangkali dianggap remeh bagi sebagian orang. Dan mensupport saya sekali dengan apapun posisi yang memang tersedia. Bob sadino pun tidak langsung menjadi Om Bob yang sekarang tanpa memulai dari pekerjaan 'remeh'.

Semata-mata tidak hendak untuk meremehkan pekerjaan administrasi yang saya sendiri beberapa kali melamar pada posisi tersebut, meskipun pada akhirnya belum satu pun yang memanggil saya. Ini hanya sebuah ungkapan kegelisahan saya mengenai opini beberapa orang yang sama. Meski pada akhirnya kita tidak pernah tahu kemana nasib akan membawa kita. Yang jelas saya takut kalau Tuhan akan 'mengutuk' saya sebagai seseorang yang picky karena tidak mau mencoba semua peluang yang disediakanNya. Saya sedang mencoba untuk tidak memilih (seperti yg dibilang sebelumnya). Dan saya tidak takut oleh anggapan manusia lain yang memilih jalan sesuai kebijaksanaan masing-masing lalu menganggap jalan hidup yang lain menjadi 'hanya' dimata mereka. Mereka juga (mungkin) tidak lebih baik dari saya. Tidak mau terlalu menghakimi diri saya dan mereka lebih lanjut. Saya meyakini itu. Believe into Allah Swt.

(Dan sedang berusaha mengetuk 'pintu' Tuhan untuk menunjukkan jalan saya dan semata-mata mengharap restuNya apapun itu jalannya. Amin)
Powered by Telkomsel BlackBerry®