Akhirnyaaaa!!!!!! Setelah bertahun-tahun beredar kesana kemari, hari ini menjadi hari yang spesial. Ibu Semanggi lewatttt depan rumah!!!!!!!!!!!!! Hehehehe.
Sebetulnya sih agak lebay soal semanggi thing hari ini, mengingat setiap minggu Ibu semanggi juga pasti lewat gang rumah di Surabaya. Saya-nya saja yang jarang-jarang perhatian sama makanan yang satu ini. Setelah upload beberapa foto tentang makanan yang satu ini lewat twitter, ternyata ada beberapa pertanyaan terkait makanan langka yang satu ini. Baru sadar juga kalau makanan khas Kota Surabaya ini benar-benar langka. Kelangkaannya mengalahi keberadaan makanan Lontong Balap yang juga di-klaim masyarakat Surabaya sebagai khas-nya Kota Surabaya. Tapi nasib si Lontong Balap jauh lebih beruntung ketimbang si Semanggi. Di pasar belakang rumah juga masih ada beberapa gerobak Lontong Balap yang stand by setiap harinya. Untuk sebagai pilihan culinary destination di Kota Surabaya bahkan ada spot khusus penjual Lontong Balap yang berjajar disepanjang jalan, tepatnya di Jalan Kranggan Kota Surabaya. Bisa tinggal pilih mana tenda penjual Lontong Balap yang kosong, meskipun jarang-jarang juga yang kosong melompong saking banyaknya orang yang cinta maupun sekedar mencoba rasa Lontong Balap. Tapi cukup berbeda kalau membicarakan tentang Semanggi.
Semanggi sebenarnya termasuk dalam jenis rumput yang biasanya bisa kita temukan di area persawahan yang (mungkin) hanya ada di daerah Propinsi Jawa Timur. Kurang paham juga bagaimana dengan persawahan di luar Pulau Jawa apakah ada atau tidak. Karena makanan ini hanya ada di daerah Jawa Timur. Mungkin juga ditemukan pertama kali di Kota Surabaya sehingga mendapat julukan Semanggi Surabaya yang juga dilagukan dengan judul yang sama. Berdasarkan hasil riset instan di Wikipedia, makanan semanggi dimasak dengan cara mengukus daun semanggi kemudian dihidangkan dengan bumbu semacam bumbu kacang untuk pecel atau gado-gado, hanya berbeda racikannya. Bumbu makanan ini ada kandungan gula jawa dan bumbu-bumbu dasar kacang Indonesia yang lain. Agak susah untuk browse resep bumbu kacang untuk Semanggi. Dan setiap beli Semanggi selalu lupa tanya ke Ibu penjual. Setau saya bumbu kacang itu bentuknya padatan seperti bumbu pecel sebelum dilarutkan ke air. Jadi, si Ibu biasanya meracik dulu bumbu kacang dengan air kemudian baru meracik daun semanggi keatas piring dengan tambahan kecambah. Setelah bumbu kacang disiram ke racikan daun semanggi dan kecambah, kerupu uli jadi sentuhan terakhir dari hidangan Semanggi Surabaya. That’s it!! Untuk memakannya pun tidak memerlukan tambahan nasi atau lontong. Ibarat kata, makan Semanggi sama dengan makan rumput hehehe. Satu hal lagi, setiap menikmati makanan ini saya tidak pernah menggunakan sendok atau garpu, melainkan menggunakan potongan kerupuk uli sebagai sendok. Sedikit gambaran rasa, daun semanggi bertekstur mirip daun singkong meskipun terlihat seperti sayuran kangkung dalam kondisi basah (baca: terkukus). Untuk bumbunya memang terasa tekstur kacang, tapi entah ada tambahan bahan lain yang membuat bumbu kacang ini terasa lebih kental dan tidak seencer bumbu kacang gado-gado atau pecel. Soal harga, Ibu semanggi yang lewat depan rumah hanya mematok 5.000 rupiah sepiring dan 1.000 rupiah untuk tambahan kerupuk uli.
Satu hal yang membuat saya salut dengan Ibu penjual Semanggi ini adalah beliau pada usia rentanya tidak pernah sekalipun tidak lewat gang kami di hari Rabu sekitar pukul 10 – 11 pagi. Dan itu selalu, mulai dari saya masih kecil hingga sekarang. Kalau saya tidak salah ingat, dulu selalu ada besek (baca: keranjang anyaman bambu) yang di-sunggi (baca: diletakkan diatas kepala), besek yang digendong, dan keranjang plastik yang ditenteng. Mungkin semakin renta usia beliau, keranjang anyaman berisi sepanci besar daun semanggi, sepanci besar bumbu kacang kering dan sekantong besar krupuk uli, hanya digendong menggunakan kain. Sedangkan, keranjang plastik yang ditenteng berisi beberapa botol air mineral, kain serbet, dan beberapa keperluan berjualan. Entah bagaimana dengan daerah lain di Kota Surabaya, tapi sepemahaman saya penjual makanan ini sudah tidak banyak lagi. Maklum … Kota Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta dan luasan lahan sawah Kota Surabaya semakin berkurang. Semakin tidak terbayang setiap tahunnya mungkin Ibu penjual Semanggi terancam secara finansiil karena berkurangnya ‘ladang’ daun semanggi di Surabaya.
Sekedar info tambahan untuk culinary destination makanan ini berdasarkan twit balasan dari @PakBondan (siapa yang tidak kenal beliau hehe), spot wisata kuliner semanggi bisa ditemui di Jalan Dempo Kota Surabaya. Jujur saja saya sendiri belum pernah kesana. Kalau berdasar cerita teman yang memang pernah kesana, (lagi-lagi) penjual semanggi Jalan Dempo juga sebenarnya bukan pemilik warung sesungguhnya, melainkan beliau ‘menumpang’ pada depot atau warung makan disebuah rumah yang juga membuka menu lain. Rasa semanggi yang dihidangkan juga cukup enak. Semoga saya bisa segera kesana untuk mencoba. Jadi, bagi yang memang belum pernah makan mungkin juga harus extra usaha mencari makanan ini. Referensi Pak Bondan dan teman saya mungkin bisa jadi masukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dear Rika & friends ...